Selasa, 01 Desember 2009

”Dalam buku THE NEW WORLD OF ISLAM, Lothrof Stoddard menceritakan terutama sekali kebangkitan Islam kearah ‘purification’; agama Islam harus dibersihkan dari khurafat-khurafat, embel-embel yang bukan berasal dari Isam sejati. Diceritakan gerakan-gerakan baru didalam dunia Islam, antara lain alam pikiran didunia Islam baru, yang dicetuskan oleh Jamaluddin el Afghani dan Seik Muhammad Abduh.” Sambutan Ir. Sukarno (Presiden pertama Republik Indonesia) dalam terbitan alih bahasa buku tersebut kedalam bahasa Indonesia.

Study tentang Sejarah pergeseran Iman dari Iman yang Haq kepada Iman yang Bathil menjadi kurang sempurna jika kita tidak melakukan study tentang pergerakan Islam di dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya, sehingga Islam masih dapat bertahan dari benturan peradaban Barat maupun Timur hingga sekarang ini.

Islam bagaikan badai topan yang berhembus dari padang pasir, menerjang dinding jazirah Arabia dan menemui bangsa di daerah yang jiwanya sedang kosong. Yakni dua kerajaan Bizantium dan Parsi, yang sepintas lalu tampak megah. Sebenarnya pada hakekatnya laksana kulit kayu yang kering, yang terlepas dari dahannya. Cara mereka menganut Agama dalam dua kerajaan tersebut adalah tiru-tiruan belaka. Di Parsi, agama Zoroaster jatuh menjadi agama Majusi yang bathil, pusat penipuan pendeta yang berlagak gagah, memperalat agama untuk bertindak kejam. Di Romawi Timur, agama Nasrani diberi baju palsu, dan dicampur adukkan dengan filsafat-filsafat Yunani yang dekaden, sehingga dengan demikian mencerminkan suatu karikatur yang tidak baik dari ajaran-ajaran Kristus.
Kedua agama, Nasrani dan Majusi penuh dengan bid’ah dan kesesatan. Tambahan lagi, Bizantium dan Persi dewasa itu diperintah oleh raja-raja bertangan besi, yang menindas rakyatnya dan membunuh rasa cinta dan kesetiaan terhadap bangsa dan Negara. Dan kedua kerajaan itu menjadi lemah. Lemah karena pertarungan yang terus menerus antara keduanya. Selesai perang kekuatan menjadi lumpuh. Begitulah keadaan dunia, ketika harus berhadapan dengan gelombang-lahar umat Islam. Akibatnya tak dapat disangsikan lagi. Pada waktu tentara Roma yang terkenal kuat dan disiplin, dan pasukan baju besi Persia, hancur berantakan menghadapi gempuran pasukan Islam maka patahlah perlawanan mereka. Tak ada tercatat sesuatu perlawanan yang patriotic. Maka akhirnya mereka menerima Islam, dan dalam waktu singkat umat yang kalah itu rombongan demi rombongan masuk agama baru Islam, dengan kesadaran sendiri.

Tatkala terjadi antara yang menang dan yang kalah kesatuan perkawinan dan kepercayaan, tercapailah asimilasi diantara mereka. Asimilasi yang melahirkan kemajuan itu bernama S a r a s i n, hasil perpaduan antara Yunani, Rumawi dan Persi dengan ketinggian dan kecerdasan Arab yang berlandaskan spirit Islam. Dalam tiga abad pertama sejarahnya (650-1000M), bagian-bagian dunia yang dikuasai oleh Islam adalah bagian-bagian yang paling maju dan memiliki peradaban yang sangat tinggi. Kecermelangan Islam Timur merupakan hal yang kontras dengan dunia Nasrani Barat, yang tenggelam dalam malam Kegelapan Zaman.
Belum habis abad ke X Masehi, tampaklah tanda-tanda kemunduran peradaban Arab itu. Pada permulaan ini terjadi dengan poerlahan-lahan kemunduran. Banyak factor yang menjadi sebab kehancuran Islam itu. Yang terbesar ialah kambuhnya rasa permusuhan yang lama terpendam. Golongan-golongan yang bersaingan satu sama lain, masing-masing memperebutkan kepemimpinan Islam. Contoh yang paling mencolok terjadi di Parsi. Ajaran yang diajarkan Nabi Muhammad SAW, berubah menjadi mazhab Syi’ah, menyebabkan orang Parsi memeluk mazhab Syi’ah putus hubungan dengan dunia Islam, kaum Ahlussunah Waljama’ah. Begitu bangsa Barbar, penduduk Magribi Afrika dan lain-lain berobah menyembah wali. Hal serupa terhjadi pula pada Muslimin India, dimana perbuatan tersebut sebenarnya dilarang oleh Nabi.
Lama juga masanya peradaban Islam menjadi mataharinya peradaban dunia yang cemerlang. Ini semuanya bukan hasil pemikiran bangsa Arab saja, tetapi juga buah tangan orang Nasrani, Yahudi dan Persi, yang sebelum Islam datang, mereka amat menderita dibawah tindasan tangan besi raja-rajanya, masa Bizantium dan Majusi. Akan tetapi, lambat laun datanglah masa berakhirnya zaman gemilang itu. Diiringi dengan lahirnya kekuatan-kekuatan reaksioner, yang kian lama kian kuat. Adapun golongan Liberal, yang biasanya dengan nama Muktazilah, tidak hanya berpegang teguh kepada ajaran Islam murni, tetapi mereka juga berpendirian, bahwa akal menjadi ukuran kebenaran segala-galanya !.
Disamping itu aliran konservatif tetap berpendirian bahwa Naqal ( Qur’an dan Sunnah) adalah ukuran kebenaran segala-galanya !.Dengan sendirinya timbullah masalah khilafiah yang tajam antara golongan Ahlusunnah dengan golongan Muktazilah, yang menjadikan akal ukuran kebenaran.

Mulanya, sebagian Khalifah Bani Umayah di Damascus tertarik kepada aliran Muktazillah. Mereka berikan kekuasaan merdeka dalam berpikir. Tapi ketika pengaruh Muktazilah menonjol dalam bidang politik, lalu mereka dikejar-kejar untuk dibunuh. Banyak mereka ditangkap dan dibunuh, pada abad ke XII sisa Liberalisme Arab telah dimusnahkan, otak umat Islam beku. Daya kreasi lumpuh. Intelegansia Islam diam, tertidur nyenyak sampai mereka dibangkitkan dewasa ini.
Sejak penaklukan Baitulmakdis berada dibawah kaum Muslimin, Khalifah Umar bin Khatab menjaga kehormatan tempat ibadah kaum Nasrani dengan baik. Begitu juga kaum Nasrani yang datang untuk berziarah ke Baitulmakdis diberi jalan dengan mudah, sampai oleh Khalifah seanjutnya.
Tidak demikian dengan Bangsa Turki, ketika menguasai Baitulmakdis, mereka hina orang-orang non Muslim dan melarang umat Nasrani berziarah ke Baitulmakdis. Penaklukan Asia Kecil dan penguasaan terhadap Baitulmakdis, merupakan pukulan berat bagi umat Nasrani. Perang Salib tidak lain dari serangan Barat terhadap serangan Turki kepada orang Nasrani, yang berlangsung selama 600 tahun, dan berakhir secara pasti diperbentengan Wina.

Menjelang akhir abad ke XII suku-suku bagian Timur bangsa Torania dipersatukan oleh pemimpin yang genial dan perkasa bernama Jengis Khan. Dengan memakai gelar yang menggetarkan “Raja yang tak terkalahkan”, pemimpin kejam ini memulai gerakan merampas dunia. Mula-mula ia menyapu bersih Tiongkok Utara, kemudian menghancurkan kearah Barat. Inilah kebangkitan Orang Mongol yang sangat mengejutkan. Menjadi pertanyaan, apakah mungkin Jengis Khan ini tidak mempunyai ilmu tentang perang sehinga berhasil menguasai dunia? Inilah pertanyaan yang harus kita cari jawabannya, karena kemenangan dalam peradaban ini adalah kemenangna Ilmu.
Laksana badai-topan dahsyat yang bertiup dari Timurlaut pasukan Mongol menyapu dinia Islam dari India sampai Mesir.
Meskipun demikian Bagdad masih tetap kota besar dari ibu kota kedudukan Khalifah, merupakan pusat peradaban Arab. Maka pada tahun 1258 M, datanglah serbuan Mongol, menyembelih seluruh penduduknya dan menyapu Bagdad bersih dari permukaan bumi. Tetapi ini belum puncak bencana.
Sementara itu Islam Timur menderita terus dibawah tindasan bangsa Mongol. Serbuan Mongol gelombang demi gelombang menyapu negeri tersebut. Penyerbuan terakhir pada abad ke XV M, dipimpin oleh Timurleng yang terkenal bengisnya.
Untuk menyatakan bahwa Timurleng mengikuti jejak nenek moyangnya Jengis Khan, haruslah dicatat bahwa yang paling disukainya adalah menyusun pyramid dari tengkorak manusia. Prestasinya yang terbesar dalam hal ini ialah berupa tmpukan 70.000 tengkorak manusia setelah penyerbuan kota Parsi Ispahan.

Pada masa Eropa mulai bangun dan menuju kemajuan yang nyata dan bergerak ketingkat peradaban yang lebih tinggi, sementara Islam Timur sedang tenggelam dibawah tindasan Mongol dan militerisme Turki.
Sementara Nasrani barat sedang melakukan gerakan Renesansnya. Disamping itu mereka menemukan Amerika dan jalan laut ke India. Akibat penemuan Columbus dan Vasco da Gama yang tak ternilai itu. Barat mulai hidup dan bersemangat. Ia melebur rantai Abad Pertengahan yang tadinya membelenggu, menggenggam azimat ilmu pengetahuan dan maju kearah zaman moderen. Pada abad XIX dunia Islam sebagai keseluruhan baru merasakan beratnya serangan barat. Demikianlah keadaan dunia Islam menghadapi Eropa di abad XIX, Eropa disemangati oleh Revolusi industri. Ia dipersenjatai, yang tidak pernah terjadi sebelumnya, oleh ilmu-ilmu moderen dan penemuan-penemuan yang membuka rahasia alam dan menempatkan ditangannya yang agresif senjata-senjata, yang sampai waktu itu tak pernah diimpikan.
Hasilnya sudah dapat diramalkan sebelumnya. Satu demi satu Negara-negara Islam yang telah rapuh itu jatuh oleh serangan Barat. Dan dalam waktu pendek, Kerajaan-Kerajaan besar Eropa sudah membagi-bagi seluruh dunia Islam. Inggris merebut India dan Mesia. Rusia menyebrangi Kaukasus dan menguasai Asia Tengah. Perancis menaklukkan Afrika Utara, sedang bangsa-bangsa Eropa lainnya mendapat pula bagiannya dari warisan Islam.

Ketika dunia Islam diliputi kegelapan, tiba-tiba bergemalah seruan dari padang pasir yang luas itu, tempat lahir Islam, memanggil mereka kembali kepada jalan yang benar. Yang meneriakkan seruan itu, ialah juru islah yang termashur Muhammad bin Abdul Wahab. Muhammad bin Abdulwahab dilahirkan di Nejed, terletak di jantung padang pasir Arab, sekitar tahun 1700. Nejed adalah negeri yang dalam dunia Islam masih murni ke Islamannya.
Ia menyalakan api yang membakar sampai kepelosok-pelosok dunia Islam. Ia menggerakkan umat Islam untuk memperbaiki jiwa dan membangkitkan kemegahan dan kebesaran yang dahulu pernah dicapai Islam. Kebangkitan perkasa dunia Islam mulai.

Setelah Muhammad bin Abdulwahab meninggal dunia pada tahun 1787, ia diganti oleh muridnya Sa’ud. Sa’ud ternyata pengganti yang cakap. Negara Wahabi yang baru ini amat menyerupai Khalifah Mekah yang dulu. Setelah Sa’ud memperkukuh Nejed, siaplah ia untuk memulai tugas besar menguasai dan memurnikan seluruh dunia Islam. Tujuannya yang pertama sudah tentu Kota-kota suci. Tujuan ini tercapai pada permulaan abad XIX. Tidak adalah tenaga yang mampu berhadapan dengan serbuan kuda kaum Wahabi. Mereka dibakar oleh kebencian yang fanatic terhadap orang-orang Turki, yang dipandangnya sebagai orang-orang yang murtad dan keras kepala, yang merampas supermasi dalam Islam. Seluruh bangsa Arab percaya bahwa Supermasi ini harus berada ditangan Arab. Sewaktu Sa’ud mafat pada tahun 1814, ia tengah melakukan persiapan untuk menyerang Suria. Sejenak kelihatan seolah-olah kaum Wahabi akan menyapu Timur dan sekalian memurnikan Islam.

Pada dasarnya gerakan Wahabi bertujuan perbaikan semata-mata. Maksudnya memperbaiki kepincangan-kepincangan, menghapuskan segala perbuatan tahayul dan kembali kepada Islam yang sejati. Segala bid’ah yang masuk kemudian, tulisan dalam berbagai macam tafsiran para ahli agama pada Zaman Tengah Islam dahulu, pemujaan dalam bentuk sesajen atau mistik, pengagungan kepada para Wali, singkatnya setiap bentuk penyelewengan, dilarang.
Berpakaian sutra, makanan mewah, minuman anggur, candu, rokok dan kopi serta segala perbuatan maksiat dilarang keras. Bahkan seni bangunan keagamaanpun dianggap tabu. Karena itulah kaum Wahabi membongkar kuburan Nabi Muhammad di Madinah dan meruntuhkan pula menara-menara mesjid yang dipandang sebagai penyembahan berhala.
Demikianlah Wahabi menyebarkan benih-benih kebangkitan Islam sampai kepelosok-pelosok yang terjauh. Misalnya di India Utara seorang Wahabi fanatic, yaitu Said Ahmad membangunkan jamaah Muslim Punjab sedemikian rupa, sehingga ia sesungguhnya membentuk Negara Teokrasi.

Pada saat yang sama Said Muhammad Sanusi, yang sudah termashur itu ia datang ke Mekah dari Aljazaer, Negara asalnya. Dan setelah meresapi ajaran-ajaran Wahabiah, kemudian mendirikan persaudaraan Pan Islam Raya yang berhubungan erat dengan namanya.
Pan Islamisme dalam pengertiannya yang luas, ialah rasa solidaritas antara seluruh Mukmin. Tak ada agama lain yangdemikian mengikat pemeluk-pemeluknya seperti Islam. Kemudian dakwah islah bebas di India, semakin bertambah subur dan cepat sekali perkembangannya. Dalam menegakkan da’wah, tampil beberapa pimpinan termashur, seperti Mulvi Ali dan Said Amir Ali dua tokoh terkenal diseluruh dunia karena karangan-karangan mereka yang bermutu dalam bahasa Ingris.
Kedua pahlawan itu dan kawan-kawannya menyebut dirinya golongan “Neo Muktazilah”, tampil berjihad menganujurkan perbaikan-perbaikan seperti pelunya penelitian kembali Syari’at Islam, dan moderenkan Islam pada umumnya.
Di Mesir bendera islah berkibar, dibawah tokoh-tokoh besar seperti Syeh Muhammad Abduh, seorang pembawa perbaikan pada Universitas Al-Azhar dan teman dekat dengan Lord Cromer.Juga di negeri-negeri Islam yang jauh terpencil, seperti negeri Tartar bahagian Rusia, dakwah itu berkembang begitu cepat.
Ditiap-tiap negeri Islam yang maju, lebih-lebih pada negeri-negeri yang telah lama dibawah pemerintahan Barat, seperti India, Mesir dan Aljazair, terdapat banyak pemuda Islam yang menuntut ilmu di Barat. Mereka menjadi Barat dalam segala tingkah laku dan pemikiran. Mereka tidak lagi memperhatikan urusan agama, padahal mereka dilahirkan didalam agamanya itu. Mereka tidak merasa takut berterus terang tentang kekosongan agama didalam jiwanya. Mereka tidak percaya lagi kepada agamanya. Ismail Hamid dari Aljazair telah menerangkan keadaan orang-orang seperti itu yang terdapat pada bangsanya; Pengaruh skeptic Eropa telah mendalam diantara Muslim Aljazair.
Bukhsy telah melukiskan dengan tepat sekali golongan tadi, yaitu golongan atheis yang pura-pura fanatic dan dengan cara bersungguh-sungguh menggembar-gemborkan semangat Islam dengan kata-kata: “Saya kenal seorang yang pekerjaannya adalah sebagai seorang Islam, kadang-kadang dia dimuka umum tampil kedepan sebagai kampiun dan juru bicara kaum seagamanya. Tetapi saya tercengang mengetahui, bahwa pendiriannya tentang Islam dan Nabi SAW sedemikian rupa, sehingga mungkin Voltare atau Gibbon akan menolaknya dengan marah dan jijik”.

Pada awal abad ke XIX udara kebangkitan Islam sampai ke Tiongkok, seperti kedatangannya ditiap bagian dunia Islam. Kaum Muslimin Tiongkok dibakar kembali oleh api kefanatikan. Timbullah rentetan pergolakan, yang mencapai puncaknya dalam pemberontakan besar yang terjadi dalam tahun 1870, baik di Yunan maupun di Turkestan Timur. Seperti biasa kaum Muslimin yang fanatic memperlihatkan daya tempur yang perkasa. Pemberontak-pemberontak Turkestan mendapat seorang pemimpin yang cakap, yaitu Ya’qub Bey. Untuk beberapa tahun Turkestan dan Yunan dapat dikatakan menjadi merdeka.
Bagi kebanyakan peninjau Eropa waktu itu, tampaknya pemberontak-pemberontak itu akan bersatu mendirikan Negara Islam yang parmanen di Tiongkok Barat, bahkan akan menaklukkan Negara Tiongkok seluruhnya. Kemasyhuran Ya’qub Bey tersebar diseluruh dunia Islam. Sultan Turki menga\hargainya dengan anugerah gelar Amirul Mukmin.

Marilah sekarang kita membicarakan pusat kedua yang berasal dari Pan Islamisme modern.- gerakan yang terutama berhubungan dengan kepribadian Jamaluddin. Said Jamaluddin Al-Afgan dilahirkan pada awal abad ke XIX di Asadabad, dekat Hamazan di Parsi. Ia berkembangsaan Afganistan dan bukan Parsi, seperti dinyatakan oleh namanya. Sedang gelar Said menunjukan bahwa ia adalah keturunan Nabi dan daranya bercampur dengan darah Arab.
Berbeda dengan Sanusi, Jamaluddin hanya sedikit mempersoalkan masalah agama. Ia menerjunkan diri kedalam lapangan politik. Dialah orang Islam pertama yang menyadari sepenuhnya akan bahaya dominasi Barat. Maka ia mengabdikan dirinya untuk memperingatkan dunia Islam akan hal itu dan mengusahakan cara-cara yang teliti untuk pertahanan. Oleh kolonial Barat dia tidak lama kemudian dicap sebagai seorang agitator yang berbahaya. Terutama orang Inggris sangat menakutinya dan mengejar-ngejarnya.
Setelah beberapa lama dipenjarakan di India, Jamaluddin lalu pergi ke Mesir sekitar tahun 1880. Ia ikut mempunyai peranan dalam gerakan anti Eropa dari Arabia Pan-nya. Ketika Inggris menduduki Mesir tahun 1882, Jamaluddin serta-merta diusir dari Mesir. Ia melanjutkan pengembaraannya, akhirnya sampailah ia di Konstantinopel. Disini ia mendapat perlindungan dari Abdulhamid, lalu ia membentangkan Pan Islamismenya. Sudah tentu Abdulhamid terpesona oleh Jamaluddin, yang serta-merta diangkatnya menjadi kepala biro propaganda Pan Islamisme. Kemenangan politik Pan Islamisme Sultan agaknya terutama disebabkan kemampuan dan semangat Jamaluddin.
Perlu ditambahkan bahwa Gerakan Kebangsaan yang baru saja lahir ini, disuburkan dengan munculnya Said Jamaluddin Al-Afgani yang dinamis itu. Tidak ada satu tempatpun dimana pengaruh orang kuat iniberlangsung begitu lama dan nyata seperti di Mesir. Tidaklah berlebih-lebihan kalau dikatakan bahwa Said Jamaluddin adalah bapak semua aliran nasionalisme di Mesir. Dia tidak saja mempengaruhi agitator-agitator militant seperti ‘Urabi Pasya, bahkan juga pembaharu-pembaharu seperti Syeh Muahammad Abduh, seorang yang mengetahui kelemahan-kelemahan Mesir, dan oleh karena itu secara sabar membanting tulang kejalan perbaikan, dengan menempuh jalan evolusi, untuk mencapai maksud yang dituju.
Pada saat ini, penganjur-penganjur aksi kekerasan yang sedang tampil kemuka. Maka pada tahun 1882, meletuslah api revolusi dibawah pimpinan ‘Urabi Pasya, seorang opsr tentara yang berasal dari rakyat biasa. Dia orang pertama yang berasal dari Mesir kuno, dari lembah Nil asli, bangun untuk menentukan nasib Mesir pada zaman modern ini. Mereka menyerukan slogan : “Mesir untuk bangsa Mesir”, dan kaum revolusioner itu berusaha untuk menendang keluar orang-orang asing, baik yang berasal dari Eropa maupun Asia.

Pengaruh Kebangkitan Islam di Dunia Islam berimbas kepada informasi yang diterima oleh para Ulama di Indonesia terutama melalui majalah-majalah yang dikirim ke Indonesia oleh Pan Islamisme.
Implikasi politik ibadah Haji jelas sekali. Ia sesungguhnya muktamar abadi dari Pan Islamisme, dimana segala urusan agama dibicarakan oleh delegasi-delegasi dari tiap penjuru dunai Islam.
Di Asia Tengah terjadi kefanatikan yang serupa dengan Islam Aljazair, Afrika Utara, Mesir dan lain-lain sebagainya. Kefanatikan itu berpusat pada Tarekat Naksabandi. Ia menjalar kesebelah Timur kedalam wiayah Tiongkok. Di Indonesia terjadi pemberontakan, dan yang paling serius diantaranya ialah Perang Aceh.
Kaum Liberal berpendapat, bahwa Islam haruslah betul-betul berasimilasi dengan ide-ide Barat. Tetapi golongan Pan islamisme mempunyai faham, bahwa Islam yang dalam bentuk aslinya telah mengandung semua yang diperlukan dalam pembaharuan.

Gerakan salaf telah masuk ke Indonesia sekitar tahun 1802, bersamaan dengan pulangnya Haji Miskin dan teman-temannya ke Minagkabau. Orang-orang itu terkenal dengan sebutan “Harimau nan Salapan”, hanya orang yang belum kenal akan ajaran itu mereka dinamakan Kaum Paderi, berpkaian serba putih. Mereka mengadakan perombakan secara radikal. Dalam banyak hal mereka menggunakan kekerasan sehingga terjadi peperangan antara mereka dengan pemerintahan kolonial Belanda. Ajaran Salaf kemudian diteruskan oleh Kaum Muda, diantara lain oleh Syeh Muhamad Abdullah Ahmad (1878-1933) Syeh Haji Abdul Karim Amarulah (1879-1945), Syeh Muhammad Jamil Jambek (1860-1947), Syeh Muhammad Ibrahim Musa Parabek (1884-1963) Syeh Muhammad Thaib Umar (1874-1920) dalam bentuk ceramah, pengajian madrasah, madrasah dan sekolah terutama pasantren-pasantren yang dinamakan “Sumatra Tawalib”.

Perkumpulan ; Jamiat Khaer’ di Jawa dapat dikatakan sebagai penggerak Islam Baru yang pertama kali di pulau Jawa. Ini terjadi sekitar tahun 1905 atau kira-kira satu abad yang lalu. Dari tempat itulah KHA Dahlan dan orang-orang terpelajar lainnya mengenal bacaan-bacaan kaum reformis yang didatangkan dari luar negeri. Kemudian setelah itu KHA Dahlan, mendirikan Perserikatan Muhammadiyyah di Yogyakarta, pada tahun 1912. Disusul kemudian pada tahun 1914 berdirilah Al Islam wal Irsyad di Jakarta. Pada tahun 1923 berdiri persatuan Islam disingkat Persis di Bandung. Tidak lama setelah itu berdiri Persatuan Umat Islam di Majalengka. Semua itu berdasarkan ajaran-ajaran dari kaum Salaf atau Reform. Perkumpulan-perkumpulan lain, kecuali Muhammadiyyah, akan tetapi mempunyai arah dan tujuan yang hampir sama dan berdasarkan ajaran Salaf, adalah antara lain :’Nurul Islam’ di Pekalongan, ‘Al-Munir’ dan ‘Sirathal Mustaqiim’ di Makasar, ‘Al-Hidayah’ di Garut, “Sdiq-Amanah-Tabligh-Fathonah’ di Solo, yang kemudian atas kepercayaan kepada KHA Dhalan semua organisasi itu melebur diri kepada satu organisasi Muhammadiyyah. Perkumpulan-perkumpulan agama Islam lainnya seperti ‘Ikhwanul Muslimiin’, ‘Cahaya Muda’, “Taqwimuddin’, ‘Hambudi Suci’, ‘Ghayatul Qulub”, ‘Priya Utama’, ‘Dewan Islam’, ‘Tharatul Aba’, ‘Ta-‘awanu ‘alal Birri’, ‘Wal Fajri’, ‘Wal Ashri’ dan lain-lain sebagainya dalam waktu singkat menjelma menjadi cabang dan ranting Muhammadiyyah yang sudah diakui oleh Belanda dan mempunyai badan hokum dan organisasi yang teratur.
Pendirian Muhammdiyah mengenai Tauhid sudah jelas, seperti yang digariskan oleh ajaran kaum salaf. Berdo’a dengan perantara ditolak oleh Muhammadiyyah yang lazim dilakukan oleh masyarakat pada waktu itu, sebagai intervensi kebudayaan asing terhadap Islam, segala bentuk ‘Tawasul’ ditolak sekalipun dengan para Nabi atau Wali-Wali besar dan sahabat, sebab yang demikian itu dianggap syirik, menyekutukan Tuhan. Yang berhak memberiken Syafaat hanya Allah semata, Nabi tidak, Wali-Wali besarpun tidak. Perbuatan Bid’ah atau tambah-tambahan ditolak mentah-mentah oleh Muhammadiyyah. Karena itu diberantaslah selamatan, permohonan kepada mayat yang telah dikubur, menembok kubur dan mengukirnya, mengadakan maulud Nabi dengan barzanji.
Cita-cita Muhammadiyah ialah : 1. Mencapai Sorga Jannatun Naiim dengan redha Allah Yang Maha Rahman dan Rahim. 2. Mencapai masyarakat yang sejahtera, aman damai, makmur dan bahagia, disertai nikmat Allah yang melimpah-limpah, sehingga merupakan perlindungan Tuhan Yang Maha Pengampun dengan Baldatun wa Rabbun Ghafur.

Juga di Jawa, terdapat gerakan lain yang mempunyai dasar yang sama dengan gerakan Muhammdiyyah dalam arti menegakkan ajaran-ajaran salaf, ialah Persatuan Islam atau ‘Persis’ dengan A. Hasan sebagai penggerak dan pemukanya. A. Hasan terkenal sebagai seorang ulama yang beraliran Reform, radikal dalam memutuskan hukum-hukum islam. Ia berjuang dalam persatuan Islam, yang didirikannya atas prakasa KH. Zamzam, berasal dari Palembang pada tanggal 17 September 1923. Tujuan utamanya ialah melaksanakan berlakunya hukum-hukum Islam, yang berdasarkan Qur’an Sunnah dalam masyarakat.
Salah seorang murid A. Hasan adalah anak kelahiran Alahan Panjang, Sumatra Barat, Moh. Natsir, yang dalam tahun1932 giat mengikuti jejaknya menjadi pendorong JIB (Jong Islamieten Bond) yang ia masuki, untuk lebih mendalami apa yang dikehendaki Islam tentang Masyarakat.
Hidup dan berkembangnya Partai Nasional Indonesia (PNI) yang bermula di Bandung, oleh pendirinya Ir. Soekarno, sangat menarik perhatian dan mendapat dukungan Persis, namun umumnya anggota-anggota Persis hanya berkecimpung dalam bidang agama. Tetapi disamping itu kecerdasan A. Hasan dalam bidang keagamaan sangat menarik hati Ir. Sukarno, sehingga menjiwai agama yang dianutnya, Islam. Dalam pembuangannya oleh pemerintahan kolonial, Ir. Sukarno di Flores banyak mencetuskan bahan-bahan baru dalam pemikiran kebangkitan Islam di Indonesia. Surat-surat dari Endeh, yang menghubungkan kedua tokoh itu, yang satu Ulama Reform dan yang lain pejuang Nasionalis, mencerminkan cita-cita tentang masyarakat Islam yang seharusnya di Indonesia nanti.
Dalam perjuangannya Persis tegas menantang gerakan “Ahmadiyah” dan “Komunis”. Bintang cemerlang yang dipancarkan Persis terang menjadi canang pertama terjungkirnya Kolonialisme dari bumi Indonesia, sebab Islam yang murni tidak menghendaki penjajahan, tidak menhengdaki ras-diskriminasi, tidak menghendaki penghisapan manusia oeh manusia lain.
Disini kita menemui ungkapan Bung Karno yang tegas tentang Islam dalam bukunya dibawah Bendera Revolusi, bahwa Islam Tauhid, Islam Fekih adalah Islam sontoloyo bukan Islam yang murni. Oleh karena itu Ir. Sukarno menyerukan kepada pemuda-pemuda Indonesia untuk menggali api Islam yang sebenarnya.

Gerakan Salaf adalah gerakan Reformasi. Tetapi disamping gerakan Salaf yang menghendaki perombakan total ummat Islam, yang telah jauh menyeleweng dari rel Islam yang sebenarnya, merombak total luar dan dalam, jiwa Islam dikembalikan, kemudian usaha disesuaikan dengan keadaan zaman; disamping itu, terdapat pula, kalau dilihat sepintas lalu seakan-akan gerakan Reformasi dalam Islam, tetapi hakekatnya tidak memberontak terhadap apa yang seharusnya dirombak, yakni mengembalikkan ajaran Islam menurut Salaf, tetapi hanya sekedar menginginkan perubahan luar, perubahan yang bersifat social-kultural dan politis-ekonomis, bukan jiwa ajarannya, malahan mereka masih memelihara apa yang didapatnya dari ulama-ulama terdahulu, ini tidak dinamakan Gerakan Reform dalam Islam tetapi sekedar Gerakan Modernis Islam.
Seperti diketahui bahwa Perkumpulan “Jami’at Khaer” mempunyai hubungan-hubungan dengar luar negeri Islam yang sudah maju seperti Mesir dan Turki, mereka mendatangkan majalah dan surat-surat kabar yang bisa membangkitkan rasa nasionalisme Bangsa Indonesia.
Adapun organisai Islam Modernis yang lahir pada masa itu diantara laen, Al Islah wal Irsad yang merupakan ikatan orang-orang Arab golongan Syeh, berdiri juga Ar-Rabithah Al-Alawiyah, satu ikatan buat keturunan Sayyid Alawi yang didirikan pada tahun 1928 di Jakarta. Tujuan organisasi ini alah memperjuangkan segala sesuatunya untuk kemajuan golongan Arab yang berasal dari Arabia Selatan (Sya’bul Hadrami).
Di Jawa Barat pada tahun 1917, KH Ahmad Halim, mendirikan POI (Persatua Oemat Islam) di Majalengka. Halim adalah ulama yang disegani rakyat, amalannya selalu ditandai dengan keihlasan dan ketebalan imannya.
Di Medan berdiri organisasi Isam “Jamiatul Wasliyah” yang didirikan pada tanggal 30 Nopember 1930.Pendiri Jami’atul Wasliyah adalah bekas murid-murid Syeh Muhammad Yunus dan Syeh Ja’far Hasan yang mempunyai pengajian bernama “Maktab Al Islamiyyah”.
Perkumpulan lain yang hampir bersamaan dengan ini ialah “Pergerakan Tarbiyah Islamiyah” (PERTI), didirikan atas inisiatif beberapa ulama yang ingin mempertahankan mazhab Syafi’i di Minagkabau.
Untuk kelengkapan uraian ini, maka di Menes (Banten sekarang) berdiri perkumpulan “Matla’ul Anwar”, pada tahun 1905 atas inisiatif KHM Yasin.

Persoalan yang selalu sering menghebohkan kehidupan umat Islam pada saat itu ialah penolakan Gerakan Salaf terhadap hal-hal yang dianggap telah menyimpang dari Islam yang sebenarnya menurut keyakinan Gerakan Salaf. Hal-hal yang menghebohkan itu antara laen, Mempelajari Tauhid dengan system sifat duapuluh, shalat taraweh lebih dari delapan rakaat, masalah qunut subuh, melafadkan niyat shalat bukan dihati saja, azan pertama shalat Jum’at, talqin pada kubur orang mati, membaca tahlil, fidyah untuk orang mati yang meninggalkan shalat dimasa hidupnya, kenduri/slamatan orang mati, tawasul do’a pada kubur atau orang-orang keramat, mencium tangan guru, menggunakan tasbih, membakar kemenyan, membaca barzanji pada upacara maulid, berhari raya tidak ditanah lapang, berkhotbah dalam bahasa Arab saja, masalah-masalah benda keramat, pembagian waris secara adat, dan seribu satu masalah yang menurut Salaf atau kaum Reform harus dikembalikan kepada rel Islam yang murni.

“Nahdatul Ulama” lahir sebagai pembela terhadap mazhab Safi’i, nama ini berarti “Kebangkitan Ulama-Ulama”. Didirikan pada tanggal 31 Januari 1926, pengurus besarnya berkedudukan di Surabaya. Pada anggaran dasarnya yang disyahkan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tanggal 6 Februari 1930 No.23, dijelaskan antara lain : Maksud dan tujuan perkumpulan ini ialah berpegang teguh pada salah satu dari Mazhab Imam Empat, yaitu Imam Syafi’i, Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Hambali dan mengerjakan apa saja yang menjadikan kemaslahatan agama Islam. Para peninjau sejarah melihat, bahwa NU tersebut berpraktek menurut ajaran Imam Syafi’i, sedang dalam anggaran dasar hari-hari pertama tercantum sebagai aliran pokok berpegang kepada Mazhab Ahus Sunnah wal Jama’ah.
KH Hasyim Asy’ari adalah tokoh pembentuk isi NU, dan salah seorang yang membentuk NU menjadi organisasi ialah ipar dari KH Hasyim Asy’ari yaitu KH. Abdul Wahab Hasbullah.
Masalah yang menggemparkan mereka dan menjadi kekhawatiran Belanda akibat perhatian yang sangat besar dari ulama-ulama Indonseia itu ialah jatuhnya kekhalifahan Turki sesudah perang dunia, dan masuknya ibnu Sa’ud menguasai kota Mekah. Wahab mengundurkan diri dari Panitia menjelang Kongres Khalifah yang akan diadakan di Mekah itu, akan tetapi mengingat pentingnya pertemuan itu, Wahab kemudian mengirimkan wakinya kesana, sebagai pertemuan Silatur-Rahmi dengan ibnu Sa’ud, khususnya akan membicarakan perubahan-perubahan yang bisa terjadi dalam bidang ibadah, akibat jatuhnya kota Mekah kedalam kekuasaan Sa’ud yang beraliran salaf atau Reform. KH Wahab membentuk panitia khusus yang dinamakan “Komite Hijaz”.
Komiti Hijaz inilah yang menjadi pokok pangkal berdirinya Perkumpulan Nahdatul Ulama dan Surabaya sebagai tempat domisilinya.
Tokoh utama dari NU ialah : KH Hasyim Asy’ari dari Tebu Ireng, K Bisri dari Denanyar Jombang, Ridwan dari Semarang, Nawawi dari Pasuruan, Asnawi dari Kudus, Nakhrowi dari Malang, Kholil dari Bangkalan, dan lain-lain.
Kemudian diambil keputusan penting dari NU yaitu : 1. Mengirimkan perutusan Ulama Indonesia ke Konggres Dunia Islam di Mekah, dengan tugas memperjuangkan hukum-hukum ibadah dalam empat mazhab. 2. Membentuk suatu organisasi atau jam’iyah, yang akan mengirimkan utusan itu ke Mekah, yang kemudian atas usul KH Alwi Abdul Aziz diberi nama “Jam’iyah Nahdatu Ulama”.
Adapun wakil yang di kirim ke Mekah mempunyai misi untuk meminta kepada Raja Sa’ud agar tidak membongkar kuburan dari keluarga Nabi Muhammad dan maqan imam-imam yang empat itu. Pemerintah Wahabi di Saudi Arabia, dengan sendirinya menjamin kebebasan umat Islam untuk menjalankan ibadatnya, menurut mazhabnya masing-masing, dan menyatakan hal itu dengan suratnya no.2082 tanggal 13 Juni 1928 kepada Pengurus Besar Nahdatu Ulama.

Kesimpulan yang dapat kita simpulkan sampai saat ini, bahwa akibat dari pelaksanaan ibadah umat Islam yang terdiri dari empat mazhab itu, maka ada masjid Muhammadiyyah, ada Masjid NU, ada Masjid Persis dan lain-lain sebagainya yang masing-masing menyimpan perbedaan terselubung yang sewaktu-waktu bisa menjadi bom waktu bagi kehancuran umat Islam di tanah air.
Disini juga dapat kita simpulkan, bahwa Islam yang masuk ke Indonesia ini adalah Ajaran Islam dan bukan Ajaran Allah menurut Sunnah Rasul-Nya.
Perbedaan antara ajaran Islam dengan ajaran Allah yaitu pada sistematik yang dipakai.
Ajaran Islam berpegang kepada Tauhid, Fiqih Akhlaq dan Tasauf sedangkan Ajaran Allah berdasar hadits Nabi mempunyai sistematik : Iman, Islam, Ihsan dan sa’ah satu managementnya.
Adalah wajar umat Islam kurang memahami Iman dalam arti yang diajarkan Allah dalam Al-Qur’an yang terbagi dalam Sami’na Atha’na atau Sami’na Ashaina, umat Islam hanya tau Iman itu percaya kepada Allah, Malaikat, Kitab, Nabi ,dan sebagainya.
Mudah-mudahan dengan mepelajari sejarah Islam di tanah air, makin menambah pengetahuan kita tentang peta kehidupan Islam agar tidak salah dalam mengambil jalan.

Semoga bermanfaat, mohon maaf bila ada kesalahan,

Wassalam,

HAMDJAH
dari Selamon
Banda Neira